“Pemanfaatan LMS mulai diperkenalkan kepada pendidik sebagai langkah awal memperkuat ekosistem pembelajaran digital di sekolah”
LELUASA.COM, Serang — Kebutuhan pembelajaran digital terus meningkat di berbagai sekolah dan lembaga pendidikan, sehingga pemilihan Learning Management System (LMS) yang tepat menjadi isu penting untuk memastikan proses belajar berjalan lebih efektif. “Memahami Fitur dan Cara Membuat Kelas Online Google Classroom & Moodle”, dua platform ini menjadi pilihan utama karena dianggap mampu menjawab kebutuhan pembelajaran di era digital.
Meski sama-sama digunakan untuk mengelola kelas online, keduanya memiliki karakteristik berbeda yang perlu dipahami sebelum digunakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan.Perubahan pola belajar pascapandemi terus mendorong sekolah dan lembaga Pendidikan Nonformal untuk memperkuat pembelajaran digital.
Sejak pandemi 2020, penggunaan LMS meningkat signifikan. UNESCO mencatat lebih dari 1,6 miliar pelajar di seluruh dunia terdampak penutupan sekolah dan mendorong adopsi platform digital. Di Indonesia, Kemendikbud juga melaporkan bahwa lebih dari 89% sekolah beralih menggunakan LMS, terutama Google Classroom karena kemudahannya. Fakta ini menunjukkan kebutuhan akan sistem pembelajaran digital yang tidak hanya praktis, tetapi juga mampu mengelola pembelajaran secara komprehensif.

“Pemanfaatan LMS diperkenalkan kepada pendidik sebagai langkah memperkuat ekosistem pembelajaran digital di sekolah, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pembelajaran daring sejak pandemi.”
Sumber: Education: From COVID-19 school closures to recovery | UNESCO
Google Classroom cocok untuk penggunaan cepat, ringan, dan terintegrasi dengan Google Workspace, sementara Moodle menawarkan fitur lebih lengkap dan fleksibel untuk manajemen belajar berskala besar. Classroom dinilai ideal bagi guru yang membutuhkan pengelolaan tugas dan materi secara sederhana, sedangkan Moodle direkomendasikan untuk institusi yang memerlukan pengaturan peran pengguna, analitik pembelajaran, hingga evaluasi berbasis modul.
“Pemilihan LMS tidak bisa hanya melihat kemudahan penggunaan. Yang lebih penting adalah kesesuaian dengan tujuan belajar, kesiapan guru, dan kebutuhan peserta didik,” ujar tim penyusun dalam presentasinya.
Tantangan utama di sekolah dan lembaga Pendidikan Non Formal bukan sekadar memilih platform, tetapi memastikan guru menguasai cara membuat kelas, mengatur konten, memantau keterlibatan siswa, serta memberi umpan balik secara konsisten. Kesiapan SDM menjadi faktor penting, mengingat banyak pendidik yang baru beradaptasi dengan teknologi digital.
Selain membahas keunggulan platform, materi ini juga memberikan tutorial pembuatan kelas di kedua LMS, mulai dari proses login hingga pengelolaan materi. Langkah ini dinilai penting bagi sekolah yang ingin memastikan bahwa pembelajaran digital tidak lagi bersifat darurat, tetapi menjadi bagian dari inovasi pembelajaran jangka panjang.
Dengan meningkatnya kebutuhan pembelajaran fleksibel, sekolah dan lembaga Pendidikan Nonformal diimbau memperhatikan aspek seperti kemampuan teknis, akses perangkat, serta kebijakan data ketika menentukan LMS yang digunakan. Penguatan pelatihan guru juga menjadi kunci agar transformasi digital tidak berhenti sebagai tren, tetapi benar-benar meningkatkan kualitas pembelajaran.

Penulis: Mochamad Raihan Danrivanto (221250096), Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Kontak: omrairai17@gmail.com












